Musik dan Kepercayaan Diri Bangsa di Era Revolusi 4.0
Saya bangga sebagai bangsa Indonesia dengan lagu kebangsaan kita. Lagu yang awalnya dibuat untuk Partai Indonesia Raya ini sarat akan cita-cita luhur bangsa serta kebanggaan berbangsa Indonesia.
Jika di luar ada lagu kebangsaan yang hanya bertemakan kekuasaan dengan mengharap kekuasaan raja sampai bertahan lama hingga seluruh dunia berlumut. Pada belahan dunia lain ada lagu kebangsaan yang isinya mendoakan keselamatan kepala negara.
Ada yang menceritakan peperangan, perbudakan di tanah yang baru. Bahkan ada yang menceritakan kesombongan dengan mengulang-ulang kalimat bahwa bangsanya di atas segalanya di muka bumi ini.
Lagu kebangsaan kita berisi cita-cita luhur bangsa dengan menentukan arah atau visi-misi Indonesia dengan kalimat "jadi pandu ibuku".
Untuk itu kita harus membangun Sumber Daya Manusia terlebih dahulu baru diikuti Sumber Daya yang lain atau pembangunan fisik. Tertuang dalam "Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya".
Kesemua pembangunan untuk Indonesia keseluruhan.......🥰😍💜.
Lantas......
Era tahun 1950-an hingga 1960-an banyak warna musik tetapi atmosfer politik membuat para musisi bermain aman untuk tetap bermusik sesuai selera penguasa. Jika tidak maka akan habis di penjara.
Akhir 1960-an hingga awal 1990, Musik semakin bewarna. Banyak aliran musik dengan segmentasi selera sendiri-sendiri. Ada Dangdut yang menggabungkan rock dengan orkes Melayu, dikuasai oleh Rhoma Irama dan Soneta nya.
Afro latin dengan ketukan perkusi dan bass yang rancak berisi lirik kritik sosial dikenalkan oleh The Gembells dari Surabaya kemudian diikuti oleh Lemon Tree yang digagas Gombloh, Frangky Sailatua dkk.
Rock yang manis seperti The Rollies mengajak kita menikmati keindahan alunan alat musik tiup dan band regular dengan bass, drtum, gitar dan keyboard.
Keindahan harmoni melodi dalam nuansa pop dibuat oleh Keenan Nasution, Chrisye, Eros Djarot dkk.....
Dangdut yang berisi cerita cinta oleh Ida Laila, Megie Z Hamdan dan lainnya. Dan Pop mendayu-dayu yang sempat dilarang dengan Betharia Sonata, Nia Daniati dkk.
Kritik jenaka banyak dinyanyikan oleh Doel Sumbang dan ada yang kritik keras walaupun kadang jenaka oleh Iwan Fals.
Hingga ditutup dengan Kemegahan Kantata Takwa.
Sebenarnya masih banyak lagi kalau saya tulis bisa sampai 1000 halaman dalam sebuah katalog genre musik.
Hingga era pertengahan 1990 era musik mulai menyusut dengan hanya memberikan lagu cinta yang dibuat pngsa pasar anak muda.
Era 2000 ke atas lebih mengerucut lagi, musik bertemakan keputusasaan cinta menjadi genre paling disukai dan hampir tidak ada warna musik lain kecuali ini.
Musik nasional seperti dikuasai satu label saja dan akhirnya warnanya seperti yang disyaratkan oleh label. Membius masyarakat lewat penampilan yang diulang-ulang bahkan pura-pura bermain musik dan bernyanyi karena teknologi saat ini sangat mendukung lip sync.
Sulit mencari warna musik lain...bahkan anak-anak pun tidak punya pilihan kecuali menyanyikan lagu-lagu ini.
Saya masih bersyukur masih banyak musisi yang tidak mau ikut dalam label raksasa itu. Mereka cenderung ingin memainkan warna musiknya sendiri dalam label sendiri.
Tapi kalau masalah selera saya sendiri suka lagu cinta apapun genre nya 🙂. Melodi manis dan ringan ditelinga apalagi yang mellow . Tapi secara keseluruhan saya suka musik.
Hinggaaaaaaaaaaaaaaa.
Era Revolusi 4.0
di mana Industri dapat dijalankan oleh semua orang dengan berbekal akses internet.
Orang hebat dapat muncul dengan sendirinya. Modalnya hanya kerja keras, keterampilan dan konsistensi dalam memperkenalkan musiknya.
Saya sebutkan contohnya ya...hanya satu saja, karena saya sedang menggandrungi Sopir Truk yang mahir memainkan gitar ini.
Alip Ba Ta......
ini salah satu contoh dimana musisi memanfaatkan era revolusi industri 4.0. Dengan bakat dan kerja kerasnya dia konsisten memainkan gitar akustik. Banyak lagu yang dia mainkan sehingga sampai terkenal di seluruh dunia.
Dosen-dosen musik di luar negeri banyak mengulas teknik gitar Alip Ba Ta, bahkan musisi asli lagu yang dimainkan dia juga mengapresiasi positif.
Jadi......ini kesempatan musisi tampil memperkenalkan musiknya. Semua setara di era ini. Ayo, kita manfaatkan kesempatan ini. Bersyukur ya dapat merasakan era ini.....
Bagaimana dengan Anda? (firitri)
#penulis_mojokerto #firitri #firi #ceritamojokerto #cerita_mojokerto #penulis #mojokerto #jembatanpentingmojokerto #pagi #cerita #humaninterest #harimusik #harimusiknasional
Jika di luar ada lagu kebangsaan yang hanya bertemakan kekuasaan dengan mengharap kekuasaan raja sampai bertahan lama hingga seluruh dunia berlumut. Pada belahan dunia lain ada lagu kebangsaan yang isinya mendoakan keselamatan kepala negara.
Ada yang menceritakan peperangan, perbudakan di tanah yang baru. Bahkan ada yang menceritakan kesombongan dengan mengulang-ulang kalimat bahwa bangsanya di atas segalanya di muka bumi ini.
Lagu kebangsaan kita berisi cita-cita luhur bangsa dengan menentukan arah atau visi-misi Indonesia dengan kalimat "jadi pandu ibuku".
Untuk itu kita harus membangun Sumber Daya Manusia terlebih dahulu baru diikuti Sumber Daya yang lain atau pembangunan fisik. Tertuang dalam "Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya".
Kesemua pembangunan untuk Indonesia keseluruhan.......🥰😍💜.
Lantas......
Era tahun 1950-an hingga 1960-an banyak warna musik tetapi atmosfer politik membuat para musisi bermain aman untuk tetap bermusik sesuai selera penguasa. Jika tidak maka akan habis di penjara.
Akhir 1960-an hingga awal 1990, Musik semakin bewarna. Banyak aliran musik dengan segmentasi selera sendiri-sendiri. Ada Dangdut yang menggabungkan rock dengan orkes Melayu, dikuasai oleh Rhoma Irama dan Soneta nya.
Afro latin dengan ketukan perkusi dan bass yang rancak berisi lirik kritik sosial dikenalkan oleh The Gembells dari Surabaya kemudian diikuti oleh Lemon Tree yang digagas Gombloh, Frangky Sailatua dkk.
Rock yang manis seperti The Rollies mengajak kita menikmati keindahan alunan alat musik tiup dan band regular dengan bass, drtum, gitar dan keyboard.
Keindahan harmoni melodi dalam nuansa pop dibuat oleh Keenan Nasution, Chrisye, Eros Djarot dkk.....
Dangdut yang berisi cerita cinta oleh Ida Laila, Megie Z Hamdan dan lainnya. Dan Pop mendayu-dayu yang sempat dilarang dengan Betharia Sonata, Nia Daniati dkk.
Kritik jenaka banyak dinyanyikan oleh Doel Sumbang dan ada yang kritik keras walaupun kadang jenaka oleh Iwan Fals.
Hingga ditutup dengan Kemegahan Kantata Takwa.
Sebenarnya masih banyak lagi kalau saya tulis bisa sampai 1000 halaman dalam sebuah katalog genre musik.
Hingga era pertengahan 1990 era musik mulai menyusut dengan hanya memberikan lagu cinta yang dibuat pngsa pasar anak muda.
Era 2000 ke atas lebih mengerucut lagi, musik bertemakan keputusasaan cinta menjadi genre paling disukai dan hampir tidak ada warna musik lain kecuali ini.
Musik nasional seperti dikuasai satu label saja dan akhirnya warnanya seperti yang disyaratkan oleh label. Membius masyarakat lewat penampilan yang diulang-ulang bahkan pura-pura bermain musik dan bernyanyi karena teknologi saat ini sangat mendukung lip sync.
Sulit mencari warna musik lain...bahkan anak-anak pun tidak punya pilihan kecuali menyanyikan lagu-lagu ini.
Saya masih bersyukur masih banyak musisi yang tidak mau ikut dalam label raksasa itu. Mereka cenderung ingin memainkan warna musiknya sendiri dalam label sendiri.
Tapi kalau masalah selera saya sendiri suka lagu cinta apapun genre nya 🙂. Melodi manis dan ringan ditelinga apalagi yang mellow . Tapi secara keseluruhan saya suka musik.
Hinggaaaaaaaaaaaaaaa.
Era Revolusi 4.0
di mana Industri dapat dijalankan oleh semua orang dengan berbekal akses internet.
Orang hebat dapat muncul dengan sendirinya. Modalnya hanya kerja keras, keterampilan dan konsistensi dalam memperkenalkan musiknya.
Saya sebutkan contohnya ya...hanya satu saja, karena saya sedang menggandrungi Sopir Truk yang mahir memainkan gitar ini.
Alip Ba Ta......
ini salah satu contoh dimana musisi memanfaatkan era revolusi industri 4.0. Dengan bakat dan kerja kerasnya dia konsisten memainkan gitar akustik. Banyak lagu yang dia mainkan sehingga sampai terkenal di seluruh dunia.
Dosen-dosen musik di luar negeri banyak mengulas teknik gitar Alip Ba Ta, bahkan musisi asli lagu yang dimainkan dia juga mengapresiasi positif.
Jadi......ini kesempatan musisi tampil memperkenalkan musiknya. Semua setara di era ini. Ayo, kita manfaatkan kesempatan ini. Bersyukur ya dapat merasakan era ini.....
Bagaimana dengan Anda? (firitri)
#penulis_mojokerto #firitri #firi #ceritamojokerto #cerita_mojokerto #penulis #mojokerto #jembatanpentingmojokerto #pagi #cerita #humaninterest #harimusik #harimusiknasional



Komentar
Posting Komentar