Tentara Nasional Indonesia, Air dan Kemarau



Ini foto saya di jembatan yang menghubungkan desa Bakalan, Pugeran dan Centong Gondang. Saya akan cerita tentang kehebatan Tentara kita di sini.
Oktober 1949, Setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia (Serikat) di perjanjian Konferensi Meja Bundar Den Haag keadaan di daerah masih belum kondusif. Pasukan Belanda masih saja melakukan hal-hal yang tidak selayaknya dalam gencatan senjata. Mereka masih memburu para Tentara Indonesia yang bergerilya dengan cap ekstrimis.
Untuk meminimalkan korban dari kalangan tentara kita dengan pasukan yang sudah tercerai berai, batalyon Condromowo (Pimpinan Major KH Munasir) yang tersebar di daerah Pandanarum-Pacet dan Bakalan-Gondang berupaya tetap melawan walaupun sudah ada perintah gencatan senjata.
Tentara kita tetap melawan karena pihak Belanda tidak mematuhi perintah gencatan senjata terlebih dahulu. Gencatan senjata hanya ada di meja perundingan saja.
Posisi tinggi adalah pemenangnya. Karena posisi Batalyon Condromowo atau Batalyon Munasir ini di Pacet yang lebih tinggi daripada derah Mojokerto dan Mojosari, pergerakan pasukan Belanda sangat mudah diamati. Dengan pergerakan yang dapt diamati dengan jelas, sangat mudah membuat strategi untuk menyerang pasukan-pasukan itu.
Dibuatlah rapat oleh para perwira yang dipimpin oleh KH Moenasir. Dalam gerilya bertempur itu bukan untuk memenangkan pertempuran melainkan memenangkan perang. Bertempur melawan Belanda dalam artian hanya membunuh dan melukai saja, tidak memenangkan pertempuran. Karena taktik utama gerilya adalah membunuh mental pasukan Belanda dengan cara memukul selanjutnya lari. Inilah perang berlarut-larut yang menimbulkan terror untuk pasukan Belanda. Pasukan Belanda yang terkenal manja akan dibuat ketakutan, tertekan dan terteror sehingga akan hengkan dari Indonesia.
Strategi tersebut dilakukan dengan langkah awal mencuri logistik Belanda berupa senjata dan amunisi, Semua terencana dan saat itu dirampas senjata Belanda berjenis Sten Mk III (senapan semi otomatis). Memang disengaja oleh KH Moenasir agar beredar berita di bahwa TNI memegang senjata Sten MK III dan amunisinya sehingga semain berbahaya.
Langkah kedua mengamati Patroli rutin pasukan Belanda yang melibatkan dua peleton pasukan berbeda home base dari Mojokerto dan dari Mojosari.
Pasukan 1 dari Mojokerto ke Pandan lalu ke Mojosari lalu ke mojokerto kembali . Pasukan 2 yang patroli berasal dari Mojosari ke Pandan lanjut ke pugeran dan kembali ke Mojosari melewati Karangdieng ….Patroli selalu melalui Pandan-Pugeran-Mojosari-Mojoketo karena di situlah jalur air dari Jubel Pacet yang menyuplai Mojokerto serta Mojosari, Mojoagung, Jombang hingga Sepanjang yang harus diamankan Jika suplai air ini terputus, habislah Belanda yang ada di daerah hilir.
Pasukan Patroli 1 Belanda berjumlah 2 peleton menuju desa bakalan (selatan pugeran) akan melewati Desa Pandanarum. Pasukan Patroli 2 dari arah Mojosari-pandan sejumlah 1 peleton menuju centong akan melewati pugeran. Kedua pasukar ini selalu bertemu di Desa Bakalan tepat atau dekat jembatan setiap pukul 21:15. Semua diamati dengan seksama oleh KH Moenasir sebagai komandan Batalyon Condromowo. Akan menyerang mereka saat bertemu di Jembatan.
Menyerang 3 peleton pasukan Belanda yang bersenjata lengkap? Bunuh diri itu namanya? Bukan!! Ini yang dinamakan kecerdasan.
Pasukan Belanda terkenal dengan mental yang lemah. Mereka meninggalkan Indonesia 3.5 tahun dan kembali dengan terkejut. Mental orang Indonesia dengan Tentara yang tidak mengenal rasa takut. Inilah yang membuat Pasukan Belanda ngeri, jikalau ada kejutan selalu panik, takut dan melakukan hal-hal bodoh. Hal ini dipelajari oleh Mayor KH Moenasir.
Pada pukul 21.15 dipersiapkan 3 orang tentara Yon Condromowo berlogo Kucing Belang Telon. Mempergunakan sten Gun rampasan (Sten Mk III), oleh 3 orang tentara Indonesia tadi ditembakkan dengan ke segala arah.
“Dor dor dor dor dor” Senapan Sten Mk III ditembakkan ke berbagai arah oleh 3 orang anggota Batalyon Condromowo. Pasukan Belanda dari dua arah yang berbeda panik karena data dari intelejen bahwa tentara Indonesia memegang senapan Sten MK III mereka berpikir bahwa tentara Indonesia dan secepat kilat tanpa berpikir membalas tembakan. Pasukan Patroli Belanda dari Mojosari menembak kea rah Pasukan Patroli Belanda yang dari Mojokerto. Begitu pula sebaliknya. Dengan saling menembak sejumlah 9 Serdadu Belanda tewas seketika sedangkan 3 serdadu Belanda terluka parah.
Bagaimana nasib tentara Indonesia tadi? Tentara Indonesia ini segera masuk ke dalam sungai dan menyelamatkan diri sampai desa Ngembeh Dlanggu
Setelah menembakkan itu langsung masuk ke sungai memakai rakit yang sudah disiapkan, kawasan Dlanggu mereka membuang semua senjata dan atribut berganti dengan baju petani yang sudah disiapkan, mereka kembali berjalan kaki dengan tenang ke Pacet untuk bergabung dalam Yon Condromowo.
Tembak menembak antar pasukan Belanda berhenti setelah salah satu komandan berteriak melalui radio. Hal ini menjadi sesuatu yang memalukan pihak Belanda. Saat ini jalan yang dilewati patrol Belanda dan peristiwa tembak menembak antar pasukan belanda ini dinamakan Jalan Yon Munasir untuk menghormati kehebatan Mayor KH Moenasir dalam bersiasat.
Pelajaran yang kita petik kejadian tersebut di puncak musim kemarau seperti saat ini. Debit air masih sangat besar sehingga arus sungai dapat menyelamatkan tentara kita. Bandingkan dengan kemarau saat ini, air hampir tidak mengalir di sungai tersebut. Berarti lingkungan dan air harus segera kita benahi. Pelajaran lain adalah dengan segala keterbatasan, Tentara Nasional Indonesia mampu melewati segala macam jaman dengan berbagai rintangan karena kecerdasan merupakan sumber daya tentara kita. Kecerdasan lebih berharga dibandingkan persenjataan lengkap. Bravo Tentara Indonesia. Selamat Hari Jadi TNI yang Ke-74. Saya juga mau memamerkan foto air yang masih sangat jernih dan wajib kita jaga di trawas. Karena air adalah hidup kita , dimana segala cinta bisa dimulai dari alirannya (firitri)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fotonya Bagus Semua yah si Penulis Mojokerto ini, Tapi Risikonya?

RIYOYO KUPAT MOJOKERTO